SAYANG, TUNGGU ABANG DI SYURGA

Nur Syifa, seorang perempuan solehah yang tak hanya sekadar cantik, perhiasan iman dan kesolehannya menghiasi setiap langkahnya. Nur Syifa cukup terkenal dikalangan aktiviti kampus. Nur Syifa mulai memasuki sebuah fasa yang sering dialami setiap wanita. Usianya memasuki dua puluh lima tahun, hatinya mulai dihiasi rasa rindu yang tak mampu diurai dengan logika.


Perlahan Nur Syifa menyusun kepingan-kepingan keinginannya dan mengumpulkan segenap kekuatan. Ia menemui murabbinya.


"Mak Cik Hasna, saya ingin menikah. Tolong carikan saya calon ya Mak Cik"


"InsyaAllah dik, biodata dan gambar adik sudah disiapkan..?"


"Sudah Mak Cik, ini biodata saya"


"Oke, adik jangan lupa terus berdoa ya"


Dengan wajah penuh semangat dan azam yang kuat, Nur Syifa melangkah meninggalkan rumah Hasna. Sejak itu ia tak pernah berhenti berdoa. Setiap malam ia semakin rajin berkhalwat dengan Rabbnya. Sujudnya semakin panjang menghiasi setiap solatnya.


"Ya Rabb, hamba menyerahkan semua padaMu. Engkaulah yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba. Hamba hanya ingin seorang lelaki soleh. Yang kan mencintai hamba dengan kecintaanNya padaMu. Yang kan selalu membuat hamba iri dengan ketaatannya padaMu. Hamba ingin seorang lelaki soleh,, yang kan melepas hamba dengan redha dan keikhlasannya ketika hamba berpulang kepadaMu" Itulah sebahagian doa Nur Syifa.


Hari berganti hari, belum ada khabar dari Mak Cik Hasna. Di satu sisi Nur Syifa gelisah, di satu sisi dia terus berusaha menenangkan dan menguatkan hatinya. Baru beberapa ia menyerahkan biodatanya, sedangkan di luar sana mungkin ada yang telah menunggu bertahun-tahun. 


"Ah. Harus tetap semangat..!" Bisiknya dalam hati.


Di tempat lain, sesosok laki-laki soleh, sedang bermunajah di penghujung malam. Hatinya menangis pilu. Beberapa kali hatinya terluka, lamarannya beberapa kali ditolak. Sedangkan usia semakin menunjukkan angka yang semakin tua, belum lagi orangtua yang semakin iba melihatnya tak kunjung bersanding dengan bidadari. Keinginan untuk menikah pun tak bisa dibendung lagi. Ia tak tahu harus berikhtiar apalagi. Ia hanya bisa mengadukan pada RabbNya, memohon segenap kekuatan dan semangat yang sempat padam.


"Nak, ayah dan ibu selalu mendoakan kamu. Mungkin yang kelmarin memang belum yang terbaik buat kamu"


Ia, Ahmad, tak kuasa menahan hiba ketika teringat ucapan ibunya. Sebagai seorang laki-laki, dia cukup ideal. Dia laki-laki yang soleh, tampan dan dari keluarga yang baik.


Suatu hari, ketika ia beranjak dari tempat duduknya, setelah mengikuti kajian yang diadakan ISLAMIC CENTER, ada seorang sahabat menyapanya.


"Assalamualaikum.. Ahmad, apa kabar..?"


"Wa'alaikumsalam, Adit, Alhamdulillah, aku baik. Kamu bagaimana Dit..?"


"Alhamdulillah, baik. Aku dah ada dua orang anak. Isteriku sedang hamil anak yang kedua. Kamu bagaimana..? Sudah menikah..?"


Ahmad yang tadinya ceria menyambut sapaan Adit kini berubah sedih. Adit mengajaknya duduk di bawah pohon besar dekat masjid. Pohon rendang yang sangat menyejukkan. Kemudian Ahmad menceritakan semua kegagalannya menjemput bidadarinya.


"Ahmad, saudaraku, kamu harus tetap semangat. Aku yakin bidadarimu tidak jauh lagi. Oh ya, kebetulan, adik-adik kepada isteriku ada yang meminta tolong untuk dicarikan suami. Bagaimana kalau aku tolong kamu..? Siapa tahu jodoh..?"


"Betul ni Dit..?"


"Ya lah Mad, urusan ini tak boleh lah main-main"


Tidak menunggu lama, beberapa hari kemudian Ahmad silaturahim ke rumah Adit. Adit adalah suami Hasna, guru ngaji Nur Syifa. Adit dan Hasna memberikan beberapa sampul surat tertutup yang isinya biodata muslimah. Ahmad mengambil satu dan kemudian ia istikharah. Tiga hari kemudian, Ahmad menyampaikan kemantapannya dengan muslimah yang pertama kali dia ambil biodatanya. Biodata yang menuliskan nama Nur Syifa. Hasna pun menyampaikan kepada Nur Syifa hingga proses ta'aruf pun terjadi.


Mungkin inilah yang dinamakan jodoh. Keluarga Nur Syifa mahu pun Ahmad sangat bahagia dan sangat merestui keduanya untuk menikah. Pertemuan keluarga pun diatur, kedua keluarga memilih untuk mengatur pernikahan yang sederhana. Semua keluarga terlibat mempersiapkan pernikahan mereka. Termasuk Hasna dan Adit, yang menjadi orang terdekat Nur Syifa dan Ahmad.


Seperti sebuah mimpi yang akan menjadi kenyataan bagi Nur Syifa dan Ahmad. Beberapa waktu lalu mereka masih dalam seribu pertanyaan, menanti siapakan belahan jiwa mereka. Beberapa waktu lalu semua masih terbungkus rahsia dan diselaputi misteri. Sekarang..? Tak terasa sampai di dua hari menjelang pernikahan.


"Astaghfirullah, undangan buat rakan-rakan di kampus.. Terlupa" Rungut Nur Syifa. 


Dengan sepantas kilat Nur Syifa bersiap-siap menuju ke kampusnya. Ia akan menyampaikan undangannya untuk kawan-kawannya di kampus.


"Mau ke mana Nur..? Tergesa-gesa..?" Tiba-tiba ibu menghampirinya.


"Mahu hantar kad undangan pada kawan-kawan di kampus ibu"


"Minta tolong kawan kamu je, kamu jaga dirimu, kan kelmarin sudah sibuk"


"InsyaAllah tidak apa-apa ibu, Nur Syifa berangkat dulu ya"


Nur Syifa akhirnya pulang ke kampusnya naik bas. Jam satu tengahari, udara kota sedang panas-panasnya tapi Nur Syifa masih bersemangat. Saat turun dari bas, menuju gerbang kampusnya ia melihat seorang anak kecil yang comel sekali. Mirip ketika dia masih kecil dulu, pipinya gebu. Anak kecil itu begitu aktif, namun tiba-tiba anak kecil itu terlepas dari genggaman ibunya yang sedang menyambut sapaan seorang wanita. Anak itu berlarian. Nur Syifa melihat sebuah kereta melaju cepat ke arah anak kecil itu. Pantas Nur Syifa berlari dan mendorong anak itu. Braaaaaakkkk…..!!!


Nur Syifa dilanggar, terlempar jauh, bermeter-meter. Tubuhnya terguling hebat. Suasana menjadi riuh, banyak orang berdatangan mengerumuni tubuh Nur Syifa yang berlumuran darah. Nur Syifa tak sedarkan diri. Ia dikejarkan ke hospital terdekat. Keadaan Nur Syifa semakin kritikal. Doktor sedang berusaha menyelamatkannya. Keluarganya mulai tiba, ibu, ayah, adik, kakak dan beberapa ahli keluarganya. Mereka tak mampu menahan air dan menangis dengan sedihnya.


Nur Syifa masih koma, tak sedarkan diri. Ibunya mencuba untuk menguatkan diri, dipakaikannya jilbab pada puterinya yang solehah. Ibu Nur Syifa ingin puterinya tetap cantik dalam balutan jilbabnya, jilbab pink kesayangannya. Tak lama kemudian Ahmad dan kedua orang tuanya datang. Ibu Ahmad yang masuk ke ruang ICU, Ahmad dan bapanya menunggu di luar. Ibu Ahmad tak sanggup menahan airmata pilunya, dia mencium kening calon menantunya yang tersandar tak berdaya. Ahmad pun tak bisa menyembunyikan kesedihannya, dia lebih banyak diam.


Hari ini harusnya Nur Syifa menjadi seorang pengantin. Nur Syifa masih terbaring lemah di ruang ICU, sesekali ia respon pada kehadiran orang-orang didekatnya dengan kerdipan matanya yang sayu. Dengan hati amat perih, Ahmad memasuki ruang ICU ditemani ibunya.


"Ibu, Ahmad punya satu permintaan. Tolong izinkan Ahmad menikah dengan Nur Syifa sekarang ya Bu"


Entah seperti kenapa, ibu Ahmad yang terlanjur mencintai calon menantunya itu mengiyakan permintaan anaknya.


Setelah keinginan Ahmad disampaikan kepada semua keluarga. Pernikahan pun segera disiapkan. Ibunya Nur Syifa dan Ibunya Ahmad mendandani Nur Syifa hingga ia nampak begitu cantik dengan busana pengantin yang sudah dipersiapkan untuk hari bahagianya.


Suasana begitu haru, ayah Nur Syifa sendiri yang akan menikahkan puterinya dengan Ahmad. 


"Saya nikahkan puteri saya Nur Syifa Nur Putri Himawan binti Arief Himawan dengan engkau Ahmad Indrawan bin Husein dengan mas kawin seperangkat pakaian solat dibayar tunai"


"Saya terima nikahnya Nur Syifa Nur Putri Himawan binti Arief HImawan dengan mas kawin sepasang pakaian solat dibayar tunai"


Dan saksi-saksi pun berkata, 


"Sah..!"


Doa barakah pun mengalir menyambut perjanjian suci dua hati. Hanya ada Ahmad dan Nur Syifa di ruang ICU, Ahmad menggenggam tangan Nur Syifa, mencium kening istrinya dan mendoakannya. Nur Syifa meresponnya dengan senyuman. Ahmad bahagia sekali.


"Dik Nur Syifa, emm bolehkan abang panggil Dik Nur Syifa..? Abang gembira sebab akhirnya kita berdua dipertemukan Allah. Dik Nur Syifa bahagia kan..? Oh ya, abang hafal Surah Ar Rahman .. abang bacakan buat adik ya"


Ayat demi ayat surah Ar Rahman mengalun menghiasi suasana romantis dua hati yang sedang mensyukuri kebersamaan mereka. Mungkin terlihat seperti kebersamaan yang sepi, namun dua hati mereka sedang berdialog dengan cinta yang tak dapat terlukiskan oleh tinta. Hanya mereka dan Tuhan yang tahu. Dan, ketika sampai di ayat yang terakhir, tangan Nur Syifa menggenggam erat tangan Ahmad.


"Dik Nur Syifa mahu cakap sesuatu..?" Tanya Ahmad sembari mendekatkan telinganya. 


Namun tak terdengar apa-apa. Ahmad mencoba melihat gerak bibir istrinya yang terlihat lemah.


"Iya Nur Syifa, saya insyaAllah redha.. Sudah, Nur Syifa berehat ya" 


Nur Syifa pun pelan-pelan kembali menggerakkan bibirnya, seakan mengucapkan sesuatu. Terdiam, pelan-pelan Nur Syifa tersenyum dan menutup matanya untuk selamanya. Ahmad tak kuasa menahan air matanya. Isteri yang dicintainya telah pergi. Ahmad teringat dengan sebuah hadis, 

"Isteri yang meninggal dunia dalam keredhaan suaminya akan masuk syurga"
(Ibnu Majah dan Tirmidzi)


"Tunggu abang di syurga ya Dik Nur Syifa" Ucap Ahmad dengan senyum dan airmata yang berlinang bersama.



Asal : Arif Asadi Rindu Ibu (Versi Indonesia)


Diolah oleh : Saya


Terima Kasih Kerana Sudi Membaca Entri Saya

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...